Salah satu bentuk pengabdian seorang hamba kepada robb-nya adalah dengan shalat. Shalat merupakan jalan pertemuan antara hamba dengan robbnya secara langsung [tanpa perantara]. Namun demikian shalat tidak serta merta menjadi pengabdian yang agung bagi seorang hamba kepada sang pencipta-Nya bila si peshalat masih lalai dalam shalatnya [wajah kesadarannya tidak menghadap] atau shalatnya masih dilakukan karena niat ria atau berniat menipu Allah di dalam shalatnya [berpura-pura shalat]. Peshalat-peshalat yang demikian hanya akan diganjar dengan keletihan dan kepenatan saja di dalam shalatnya. Bahkan shalatnya tidak dapat mencegah perbuatan keji dan munkar.
Konsekwensi logis sebuah pengabdian adalah sang pengabdi wajib mengetahui kepada siapa ia harus mengabdi, kepada siapa ia persembahkan shalatnya, kepada siapa ia serahkan hidup dan matinya. Karena memang tidaklah diciptakan jin dan manusia kecuali untuk mengabdi kepada sang Pencipta-Nya.
Menilik dan sedikit evaluasi mengenai shalat-shalat yang selama ini kita lakukan, mungkin saja kita dapat temukan dan rasakan bahwa shalat kita yang kini dan lalu masih standar-standar saja, yaitu masih standar rutinitas seremonial atau masih standar mengugurkan kewajiban belaka. Untuk itulah selayaknya kita tengok kembali wejangan-wejangan para pendahulu dalam bait-bait suluk yang sarat akan makna-makna spiritual yang dimuat dalam sebuah suluk gedong.
SULUK GEDONG
Pupuh Mijil
1
Sesungguhnya tidaklah ada yang tahu
Bahwa umpamanya Ia bersemayam di gedung itu
Tapi diketahuiNya ia yang tahu
Serta bagaimana segala mahluk berperilaku
Sungguh sebelum terjadi
Ia telah mengerti
2
Ketahuilah Sebelum segalanya terjadi
Ketika jagad kosong tanpa isi
Bahkan sebelum awang-uwung itu sendiri
Yang ada hanya Tuhan Sang Maha Widi
Hanya Ia pula yang mengetahui
Zat Mahaluhur dan Suci
3
Maka dibikinNya semua mahkluk ini
Agar ada yang mengenali
Diciptakannya jagat semesta
Dengan hanya satu sabda
Segalanya mengada seketika :
“Kun”
4
Sempurna tak ada kekurangan
Karena Tuhan yang menciptakan
Ia berkuasa karena DiriNya sendiri
Tanpa kesalahan sama sekali
Demikianlah tatkala semua terjadi
Bertahap menjadi dan menjadi
5
Maka bersabdalah Ia
Kenapa segenap alam yang dijadikanNya nyata
“Sungguh tak Kujadikan Jin dan manusia
Kecuali untuk satu:
Menyembah kepadaKu”
6
Menyembah untuk melihat
Dengan cara memandang yang khas
Menyembah seperti berkaca dalam cermin
Berjuang menemukan rupa yang hakiki
Karena yang diperlihatkan oleh kaca
Tidaklah sejati
9
Ketika engkau menyembah memuji
Tajamkan penglihatan
Kepada yang menggerakan sembahyang
Yakni Allah sejati
Kau sembah Ia dengan pasti
Tidak setengah hati
10
Menatap ini dan menatap itu
Sampai pula segala sesuatu
Tak ada yang kosong olehNya
Ia meliputi dan memenuhi apa saja
Bahkan ZatNya tampak
Bagi setiap mata yang waspada
11
Lainnya tiada, kecuali yang terlihat
Apabila sudah arif makrifat
Namun jika rabun oleh segala rupa
Yang tampak itu hakiki disangkanya
Lantaran tak tahu ajaran yang benar
Bingung yang terlihat dan terdengar
12
Tak bingung kalau tahu yang sejati
Bagi yang ingin melihatnya
Sirnakan segala rupa
Yakni dinding yang menutupi batin mata
Kalau sudah tercapai ia
Itulah makrifat namanya
13
Menempuh jalan, mencari
WajahNya yang kelihatan
Demikian engkau tahu menemukan Tuhan
Demikian engkau menempuh jalan
Yang sejak sediakala disediakan
14
Kalau dipandang tiada. Ia tiada
Maka jangan ragukan tempatNya
Kalau dipandang tiada, Ia tiada selamanya
Dari awal hingga akhir
Tak ada yang mengerti
Karena itulah dicari
15
Kalau dipandang ada, Ia ada, anakku
Hendaklah engkau waspada menatapNya
Lantaran tak ada lagi selain Ia
Tinggal bagai sepi
Satu wujud Abadi
Suluk Gedong
BOOKSearch: BEST SELLER BOOKS AND HOT NEW RELEASES? monggo :) KLIK DISINI (: «« Cara mudah cari referensi pustaka
0 Komentar:
Posting Komentar