Seperti orang tua yang penuh kasih sayang kepada anak-anaknya. Mereka akan berupaya dengan segenap kemampuan untuk mencukupi segala kebutuhan dan keperluannya, mulai makanan, minuman [yang halal, baik juga sehat], pakaian, memelihara kesehatan serta menyiapkan pendidikannya [knowledge, skill, language and attitude] sampai jenjang yang tertinggi, bahkan ada pula yang telah menyiapkan tempat tinggalnya kelak bila telah berkeluarga.
Memberi dengan kasih sayang semata-mata karena Allah mengalirkan kasih sayang-Nya kepada orang tua dan begitupun orang tua mengalirkan pula kasih sayangnya kepada anak-anaknya dan seterusnya.
Singkatnya, memberi jangan cuma materi saja tetapi barengi dengan kasih sayang. Walaupun hanya sedikit [semampunya] bila dengan kasih sayang, maka kasih sayangnya akan dipancarkan kembali oleh penerimanya.
Suatu hal yang wajar bila seseorang “lagi punya” ia mampu memberi. Ya…, memberi karena memang “lagi ada”, memberi karena memang ada hak orang lain di dalamnya. Namun akan jadi beda dan luar biasa jika seseorang “tidak punya” kemudian dia mampu memberi, maka sudah pasti memberinya itu tak sekedar memberi tetapi karena adanya aliran kasih sayang Ilahi untuk memberi.
Memberi tak sekedar memberi, karena memberi selalu diawali adanya kehendak [daya] yang dialirkan yang Maha Pengasih lagi Penyayang ke dalam dada. Dan saat kehendak memberi itu dilaksanakan maka rasa bahagia dan plong meresap ke dalam dadanya. Hal ini senada dengan tausiahnya Habib Abdullah Assegaf di masjid Nurul Haq Jakarta Timur pada peringatan Isra Mi’raj [Rabu, 29 Juli 2009], beliau mengatakan; “sungguh, memberi itu lebih nikmat dari pada menerima”.
Keyakinan Habib memang sangat beralasan. Pasalnya, beliau terjun langsung bersama ayahnya [alm] memberi makan kepada siapapun yang singgah dikediamannya. “Ini benar dan tak bohong”, ujar habib dengan semangat tausiyah. Karena beliau telah merasakannya sendiri kalau memberi itu nikmat.
Memberi seperti ini tak hanya dapat dinikmati manfaatnya oleh penerima tetapi pemberinya pun dapat merasakan kebahagiaan dan kenikmatan tersendiri dari kebaikannya yang ia lakukan. Dan sungguh, rahmat Allah amat dekat dengan orang-orang yang berbuat baik.
Lalu bagaimana bila memberi dapat langsung dirasakan kenikmatannya [kebahagiaan] dan seterusnya bagi para pemberinya? Mungkin, akan ada banyak orang yang berlomba-lomba mengabdi kepada Allah, berlomba-lomba mendistribusian karunianya Allah, berlomba-lomba menebarkan rahmatnya Allah, berlomba-lomba mengalirkan kasih sayangnya Allah, berlomba-lomba memberi kebaikan dan berbagi kemaslahatan karena Allah. Karena memang sebaik-baiknya manusia adalah yang paling banyak manfaatnya bagi kemaslahatan hidup manusia.
Memberi Dengan Kasih Sayang
BOOKSearch: BEST SELLER BOOKS AND HOT NEW RELEASES? monggo :) KLIK DISINI (: «« Cara mudah cari referensi pustaka
2 Komentar:
memberi sesuatu kepada orang lain krn kita merasa bagian dr orang tersebut.ibaratnya satu tubuh, satu bagian sakit, seluruh bagian yang lain juga merasakan sakit. memberi bukan pengin diberi ganti tetapi memberi karena cinta.
Ibarat satu tubuh:
Memberi seperti menelan obat dikala tubuh merasakan sakit.
Tapi, maukah kita menelan obatnya… agar rasa derita pada tubuh dapat terobati. Yang sejatinya adalah untuk tubuh sendiri… atau malah sebaliknya?
Memberi seperti menelan makanan & minuman terbaik dikala perut merasakan lapar dan dahaga. Tapi maukah kita mengalirkan makanan & minuman terbaik kita agar rasa lapar dan hausnya dapat berganti, yang hakikatnya adalah untuk kebaikan sendiri?
”Jika kamu berbuat kebaikan berarti kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri, dan jika kamu berbuat kejahatan maka akibatnya adalah bagi dirimu sendiri. [Al Israa’:7]
Lalu bagaimanakah mengajarkan anak2 memberi dengan basis cinta?
Posting Komentar