Berbenah Diri

Nampak jelas dan kentara perubahan itu terjadi seiring dengan beralihnya sang waktu, dari detik menjadi menit, menuju jam, menjadi hari, sampai ke bulan, dan jadilah tahun, begitu seterusnya waktu berulang dan berulang, hingga sampailah kita di SAAT ini. Ya… kita ada dan berada di saat ini, bukan di masa lalu dan bukan pula masa mendatang.

Coba lihatlah kenyataan ini, dari sebuah biji yang tumbuh bergerak menjadi akar, menjadi batang, menjadi ranting, menjadi daun, menjadi bunga, menjadi buah, lalu mati, terurai menjadi zat-zat yang tergabung dengan alam sekitarnya.

Tidakkah kita perhatikan bahwa perubahan itu nyata terjadi pada diri kita pada lingkungan kita dan seterusnya dan seterusnya meliputi waktu dan tempat. Lalu bagaimanakah kita mesti bersikap atas perubahan itu? Ya sikapi saja dengan sikap mau mengubah kebiasaan-kebiasaan buruk menjadi kebiasaan baik, atau kebiasaan-kebiasaan hina diubah menjadi kebiasaan mulia.

Tapi ingatlah bahwa semua perubahan yang kita lakukan tentunya haruslah berdasarkan suri tauladan dari orang-orang yang di pandang baik serta mulia dan dimuliakan di sisi Allah Swt. Seperti kebiasaannya para ambiya wal mursalin, wal mukhlisin, wal aulia, au sholihin.

Kini saatnya untuk ngeh bahwa waktu yang berlalu sejatinya hanyalah sekedar catatan keimanan belaka, dan saat ini hakikinya adalah maujudnya pembuktian atas iman tadi sedangkan masa datang adalah harapan bisa menyaksikan.

Biar enggak dibikin pusing sama tulisan yang katro ini, saya kasih contohnya, begini: “shalat itu dapat mencegah perbuatan keji dan munkar”. Nah tugasnya kita-kita yang sudah pada tahu sebenarnya tidak berhenti sampai di tahu saja, tetapi masih ada tugas lainnya setelah tahu dan mengetahui, yaitu membuktikan kebenaran ayat tersebut sampai ketemu. Dan setelah ketemu kita tinggal menjadi saksi saja bahwa memang benar bahwa shalat itu dapat mencegah perbuatan keji dan munkar.

Maksudnya sederhana saja, jangan makan roti ngimpi, jangan makan apel ngimpi, jangan makan pisang ngimpi, tapi makan dan minumlah yang beneran, bukan bohongan, biar tahu rasanya, biart tahu aromanya, juga nikmatnya dan setelah kita tahu nikmat-nikmat-Nya baru kemudian kita ngerti dan dibuat ngeh posisinya bersyukur kepada-Nya. Lalu firman-Nya mengguncang kesadaranku “nikmat mana lagi yang kau dustakan? Oooh... rupanya dan rupanya selama ini aku adalah orang yang congkak dan tak tahu bersyukur kepada-Nya. “Ya... Rob ampuni diri ini..” dalam munajat ke-ngeh-an.

BOOKSearch: BEST SELLER BOOKS AND HOT NEW RELEASES? monggo :) KLIK DISINI (:   ««  Cara mudah cari referensi pustaka

Related Post



0 Komentar:

Posting Komentar

 
 

POPULAR Detak Hidup

KOMEN Detak Hidup

BACA Detak Hidup

 

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner