Memanggil-manggil Asma-Nya

Ketika menyebut sebuah nama atau nama panggilan untuk ibu kita mungkin arah pikir kita akan langsung mengarah dan berada tepat pada sosok ibu kita masing-masing. Yaitu sosok yang lemah lembut, yang halus, yang penyabar, yang kasih sayang, yang tiada pamrih sedikitpun di dalam mengurus, menuntun, membimbing, mendidik anak-anaknya hingga dewasa.

Namun menjadi berbeda ketika kita dihadapkan kepada sebuah nama pencipta alam semesta yang para Rosul menyebutnya ALLAH. Kemanakah arah pikir kita tertuju? Kemanakah arah kesadaran kita mengarah? Di saat kita menyeru, dikala menyebut, dan saat mana kita manggil-manggil nama-Nya, kemanakah arah kesadaran kita berada?

Nah untuk bisa berada dan duduk dikesadaran memanggil-menyebut-menyeru Allah, tentunya harus banyak berlatih dengan sungguh-sungguh [jahadu], memanggil-manggil yang benaran dan bukan memanggil yang asal-asalan memanggil, tetapi memanggil yang serius, serius memanggil dengan teguh, teguh dalam memanggil, total dalam memanggil, dengan setotal-totalnya: ya Allah, ya Allah, ya Allah…, tidak perlu dihitung jumlahnya yang terpenting adalah kesungguhannya, kesungguhan kita dalam memanggil-memanggil-Nya.

Dan kesadaran kita saat memanggil-manggil nama-Nya itu jangan diarahkan kepada yang sesuatu, baik yang rupa, yang warna, yang huruf, pokoknya semua yang masih sesuatu wajib tiada kecuali yang bukan sesuatu wajib adanya. Yaitu Zat yang berbeda dengan segala sesuatu, Zat yang maha meliputi segala sesuatu, Zat yang maha dekat bahkan lebih dekat dari urat leher kita, Zat yang maha mendengar, Zat yang maha merespon atas segala panggilan-panggilan hambanya, saat itu panggillah Dia: “Allah” dengan rasa, “Allah” dengan jahadu, “Allah” dengan teguh, sampai terasa sambutan-Nya yang menggetarkan hati [wajilats qulubuhum].

Mari kita renungi beberapa ayat di bawah ini dengan hati dan pikiran yang jernih. Karena di setiap tarikan dan hembusan nafas yang berlalu, berarti nafas kita semakin dekat dan semakin lebih dekat tidak bernafas lagi. Sayang nafas kita yang tiada ternilai harganya terbuang percuma. Semoga Allah merahmati kita semua. Amin.

[Al Israa':110].
Katakanlah: "Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asmaaul husna dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu."

[Fushshilat:33].
Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?"

[Az Zumar:38].
Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?", niscaya mereka menjawab: "Allah." Katakanlah: "Maka terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudharatan kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudharatan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka dapat menahan rahmatNya?. Katakanlah: "Cukuplah Allah bagiku." Kepada- Nyalah bertawakkal orang-orang yang berserah diri.

[Al An'aam:71-72].
[71]. Katakanlah: "Apakah kita akan menyeru selain daripada Allah, sesuatu yang tidak dapat mendatangkan kemanfaatan kepada kita dan tidak mendatangkan kemudharatan kepada kita dan kita akan kembali ke belakang, sesudah Allah memberi petunjuk kepada kita, seperti orang yang telah disesatkan oleh syaitan di pesawangan yang menakutkan; dalam keadaan bingung, dia mempunyai kawan-kawan yang memanggilnya kepada jalan yang lurus (dengan mengatakan): "Marilah ikuti kami." Katakanlah:"Sesungguhnya petunjuk Allah itulah (yang sebenarnya) petunjuk; dan kita disuruh agar menyerahkan diri kepada Tuhan semesta alam. [72]. Dan agar mendirikan sembahyang serta bertakwa kepadaNya". Dan Dialah Tuhan yang kepadaNyalah kamu akan dihimpunkan.

BOOKSearch: BEST SELLER BOOKS AND HOT NEW RELEASES? monggo :) KLIK DISINI (:   ««  Cara mudah cari referensi pustaka

Related Post



5 Komentar:

wong alit mengatakan...

jadi sperti apa kesadaran kita ketika memnyuru Nama-Nya. apakah hanya kekosongan saja karena Ia tidak serupa dan sewarna.

abdul mengatakan...

Sekedar sharing saja buat sahabatku Wong alit
Mohon maaf bila terdapat kekurangan

Jadi seperti apa kesadaran kita ketika memnyuru Nama-Nya?
Ya tidak seperti apa-apa, karena Dia tidak seperti apa-apa
Dialah yang menciptakan apa-apa, maka yang apa-apa itu bukanlah Dia

Kesadaran itu bukan kosong
Kosong itu bukan kesadaran
Namun kekosongan itu dapat dirasakan oleh kesadaran jiwa yang tenang
Kekosongan merupakan ruang yang luas dan tak terbatas
Ruang kekosongan itu dikenal juga sebagai ruang spiritual

Laa ilaha illallah
Tiadakan hijab2, habiskan yang apa2, sampai kosong dan tiada ada apa-apa.
Sampai aku diri pun tidak mengaku lagi ada.
Jika semuanya telah tiada, maka yang akan ADA adalah yang Maha Ada
Yang Maha Awal dari kekosongan

Wallahu a’lam

wong alit mengatakan...

tidak ada kekurangan dalam postingan dan penjelasannya, bahkan saya berterimakasih pada mas abdul yang bisa diajak sharing.

Much Tohar mengatakan...

dalam menyeru asma allah, saya cenderung menyebutnya kehambaan. mohon maaf kalau salah.

abdul mengatakan...

@ trima kasih Wong Alit sudah berkunjung lagi. smoga jalinan siturrahmi semakin dirahmati Allah.

@ silahkan mas Tohar, kehambaan pun bisa. penyebutannya “kita” bermaksud ditujukan untuk diri pribadi [ibda binafsik] & untuk diri-diri lainnya bagi yang mau.

Posting Komentar

 
 

POPULAR Detak Hidup

KOMEN Detak Hidup

BACA Detak Hidup

 

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner