Daya Ubah

Semua orang pasti berkinginan untuk berubah, yang miskin ingin menjadi kaya, yang bodoh ingin menjadi pintar, yang sakit ingin menjadi sehat, yang jahat ingin menjadi baik, yang lalai ingin jadi ingat, dan seterusnya. Memang kita sekedar “ingin” saja tak bisa membuatnya. Ya, cuma sekedar ingin saja terkadang kita harus dipancing-pancing dahulu, harus dikasih informasi awal dahulu, mungkin juga harus merasakan tekanan-tekanan dahulu, dan bisa juga harus merasakan pahit getir dahulu, baru kemudian tumbuh daya ubah dalam hati yang bergerak ingin berubah dari sebelumnya.

Seperti halnya ingin makan tidak mungkin ada jika sebelumnya tidak merasakan lapar. Lapar merupakan informasi awal yang memicu dan mendorong keluarnya daya ubah rasa ingin makan. Bisa dibayangkan jika rasa ingin itu tidak ada maka entahlah, namun demikian rasa ingin harus diarahkan kepada jalan yang baik lagi mulia dan bukannya jalan sebaliknya.

Lalu, mau kemanakah daya ubah itu kita arahkan, dan akan kemanakah daya ubah itu kita alamatkan, dan caranya siapa yang akan kita gunakan untuk sampai ke alamat itu, caranya manusia kah yang menggunakan perasaan atau caranya binatang kah yang menggunakan kebuasan [al insan haewanun natiq], lalu bernilai baik kah atau bernilai tidak baik.

Kita makan dan minum, binatang pun demkian [dst]. Memang sepintas tiada beda tapi ada yang membedakannya antara makan dan minumnya kita dangan binatang, yaitu caranya. Lalu caranya siapa yang kita gunakan saat makan dan minum? Caranya suri tauladan kah atau caranya selainnya?

Disinilah kita harus cermat memilih cara, yang pada intinya hanya ada dua cara saja yang kita dijalankan. Pertama adalah cara yang baik dan yang kedua adalah cara yang tidak baik.

Cara yang baik adalah cara yang tidak bertentangan dengan kefitrahan manusia itu sendiri, baik secara hukum alam maupun hukum yang berlaku, cara ini selain berdaya guna bagi pelakunya, bagi keluarganya, saudaranya, juga masyarakat serta lingkungannya akan dapat kebaikannya.

Sedangkan cara yang tidak baik merupakan kebalikannya dari cara yang baik. Pelakunya akan dapat ketidak-baikannya dan efek ketidak-baikannya dapat mengenai yang turut mendukung ketidak-baikan, yang turut dalam ketidak-baikannya, yang turut menikmati hasil ketidak-baikannya dan bisa jadi dapat lebih luas lagi dampak ketidak-baikannya, seperti penggundulan hutan bila tidak dibarengi dengan penghijauan bisa berakibat bencana longsor yang bakal menimpa masyarakat yang tidak melakukannya.

Ingatlah bahwa Allah maha tahu atas segala gerak [daya] hidup perbuatan yang terlahir maupun yang kita sembunyikan. Dan posisi disini kita butuh ihsan.

BOOKSearch: BEST SELLER BOOKS AND HOT NEW RELEASES? monggo :) KLIK DISINI (:   ««  Cara mudah cari referensi pustaka

Related Post



0 Komentar:

Posting Komentar

 
 

POPULAR Detak Hidup

KOMEN Detak Hidup

BACA Detak Hidup

 

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner